Minggu, 22 Juli 2012

TEKNIK BUDIDAYA IKAN GRASS CARP












TEKNIK PEMBENIHAN IKAN GRASS CARP
(Ctenopharyngodon idella)


PENDAHULUAN
Grass Carp (Ctenopharyngodon idella) berasal dari China bagian timur dan USSR. Ikan ini didatangkan ke Indonesia (Sumatera) pada tahun 1915. Pada tahun 1949 didatangkan ke Jawa dengan tujuan untuk dibudidayakan. Ikan Grass Carp atau ikan Koan merupakan herbivora yang hidup di air tawar. Ikan jenis ini memakan tumbuhan air seperti Hydrilla sp., Salvinia, rumputrumputan dan tumbuhan air lainnya, sehingga ikan jenis ini dapat dipakai sebagai ikan pengendali gulma air baik di kolam maupun diperairan umum.
BIOLOGI
Ikan grass carp termasuk dalam kelas Osteichthyes, ordo Cyprinipormes, famili Cyprinidae. Ikan grass carp dapat mencapai ukuran panjang 120 cm dan bobot tubuh 20 kg. Ciri-ciri fisik ikan ini adalah warna abu-abu gelap kekuningan dengan campuran perak kemilau, badan memanjang, kepala lebar dengan moncong bulat pendek, gigi paringeal dalam deretan ganda dengan bentuk seperti sisir. Induk ikan grass carp sudah dapat memijah pada umur 3 s/d 4 tahun dengan berat betina mencapai 3 kg dan jantan 2 kg. Pemijahan biasanya terjadi pada musim penghujan.
PEMBENIHAN
Pemeliharaan Induk Induk-induk dipelihara di kolam dengan kepadatan 0,2 s/d 0,3 kg/m2. Selain diberi pakan tumbuhan air atau rumput-rumputan juga diberi pakan buatan berupa pellet sebanyak 1% dari berat total populasi dengan berat frekuensi pemberian sebanyak 2 kali per hari.
Tanda-tanda Induk matang gonad :
Betina :
Perut mulai bagian dada sampai ke arah pengeluaran menbesar, bila diraba terasa lembek, lubang kelamin agak kemerahan dan agak menyembul keluar serta gerakan relatif lamban.
Jantan :
Dibandingkan dengan betina bentuk badan relatif lebih langsing, sirip dada bagian atas kasar dan bila perut diurut kearah lubang kelamin akan keluar cairan berwarna putih (sperma).
Pemijahan
Cara pemijahan ikan grass garp dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
Induced breeding
Pemijahan secara ”Induced breeding” yaitu dengan menyuntikan hormon perangsang yang berasal dari kelenjar hipofisa ikan donor atau menggunakan hormon LHRH-a atau ovaprim™. Induk betina disuntik 2 kali dengan selang waktu 4 s/d 6 jam, apabila menggunakan kelenjar hipofisa 2 dosis tetapi apabila menggunakan ovaprim dengan dosis 0,5 ml/kg. Penyuntikan pertama 1/3 bagian dan penyuntikan kedua 2/3 bagian.
Induk jantan disuntik cukup sekali, menggunakan kelenjar hipofisa 1 dosis, bila
menggunakan ovaprim 0,15 ml/kg dan dilakukan bersamaan dengan penyuntikan kedua pada induk betina.
Kedua induk ikan setelah disuntik dimasukan ke dalam bak pemijahan yang dilengkapi dengan hapa, setelah 6 jam dari penyuntikan pertama induki betina diperiksa kesiapan ovulasinya setiap 1 jam sekali, dengan cara diurut secara perlahan. Ikan yang akan memijah biasanya ditandai dengan saling kejar, perut besar dan
lunak, keluar cairan kuning dari lubang kelamin. Setelah tanda-tanda tersebut, induk jantan dan betina diangkat untuk dilakukan stripping (pengurutan) yaitu dengan mengurut bagian perut ke arah lubang
kelamin. Telurnya ditampung dalam wadah/baki plastik dan pada saat bersamaan induk jantan di-stripping dan spermanya ditampung dalam wadah yang lain kemudian diencerkan dengan cairan fisiologis (NaCl 0,9 %) atau cairan Sodium Klorida.
Sperma yang telah diencerkan dituangkan kedalam wadah telur secara perlahan-lahan serta diaduk dengan menggunakan bulu ayam. Tambahkan air bersih dan diaduk secara merata sehingga pembuahan berlangsung dengan baik.  Untuk mencuci telur dari darah dan kotoran serta sisa sperma, tambahkan
lagi air bersih kemudian airnya dibuang, lakukan beberapa kali sampai bersih, setelah bersih telur dipindahkan kedalam wadah yang lebih besar dan berisi air serta diberi aerasi, biarkan selama kurang lebih 1 jam sampai mengembang secara maksimal.
Induced spawning
Pemijahan secara Induced spawning perlakuannya sama seperti pemijahan Induced breeding, hanya setelah induk jantan dan betina disuntik, dimasukan ke dalam bak pemijahan dan dibiarkan sampai terjadi pemijahan secara alami. Setelah memijah maka induk jantan dan betina dikeluarkan dari bak pemijahan dan telur yang sudah dibuahi ditampung dalam wadah yang berisi air serta diaerasi dan dibiarkan sampai mengembang secara maksimal.
Penetasan Telur
Penetasan dilakukan di dalam hapa corong berdiameter 40 cm dan tinggi 40 cm dengan mengalirkan air dari bawah untuk memutar air yang berisi telur agar tidak menumpuk. Padat penebaran telur 10.000 butir/corong. Telur akan menetas dalam waktu 20-24 jam pada suhu 29°C. Selain di dalam hapa corong penetasan dapat juga dilakukan di dalam akuarium (40 x 60 x 40) cm yang dilengkapi dengan aerasi. Padat tebar telur
5.000 butir/akuarium pada suhu 26 s/d 29°C, telur akan menetas dalam waktu 20-24 jam.
Pemeliharaan Larva
Setelah menetas larva di pelihara dalam corong yang sama , namun sebelumnya telur-telur yang tidak menetas di buang dahulu. Lama pemeliharaan dalam corong 4 hari. Apabila telur ditetaskan dalam akuarium , setelah menetas larva bisa dipelihara di akuarium yang sama namun sebelumnya telur yang tidak menetas dan ¾ bagian air di buang dahulu dan diisi air yang baru. Larva yang sudah berumur 4 hari bisa langsung di tebar di kolam pendederan, atau di beri pakan alami berupa nauplii Artemia, Brachionus atau Moina. Pemeliharaan larva dalam akuarium selama 10 hari, air harus di ganti setiap hari sebanyak 2/3 bagian.
Pendederan
Pendederan Pertama
Persiapan kolam pendederan dilakukan seminggu sebelum penebaran larva yang meliputi : pengeringan, perbaikan pematang, pengolahan tanah dasar dan pembuatan kelamir. Kolam yang digunakan luasnya 500 s/d 1.000 m2. Kolam kemudian dikapur dengan kapur tohor. Dosis pengapuran 50 s/d 100 gr/m2, caranya kapur tohor dilarutkan terlebih dahulu kemudian disebarkan secara merata keseluruh dasar kolam.
Pemupukan dengan menggunakan kotoran ayam. Dosis pemupukan 500 gr/m2,
kemudian diisi air setinggi 40 cm. Setelah 4 hari benih grass carp sudah dapat ditebarkan, sebaik waktu penebaran pada pagi hari atau sore hari. Padat penebaran 100 s/d 200 ekor/m2. Pemeliharaan di kolam pendederan pertama selama 21 hari. Pakan tambahan di berikan setiap hari berupa pellet halus sebanyak 75 gr/1.000 ekor larva dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali per hari.
Pendederan Kedua
Persiapan kolam pada pendederan kedua dilakukan sama seperti pendederan pertama.
Padat penebaran larva 50 s/d 100 ekor/m2. Larva setiap hari diberi pakan tambahan berupa pellet sebanyak 10 % dari biomassa dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali per hari. Lama pemeliharaan pada pendederan kedua selama 28 hari.
PENYAKIT
Penyakit yang sering menyerang benih Grass Carp adalah parasit yaitu : Trichodina, Gyrodactylus, Glosatella, Scypidia, Chillodonella, yang biasanya menyerang bagian permukaan tubuh dan insang. Cara mengatasinya dengan pemberian formalin 25 ppm.
Sumber : BBPBAT Sukabumi
Website : www.bbpbat.net

TEKNIK BUDIDAYA IKAN JELAWAT

                                             Pembenihan Ikan Jelawat (Leptobarbus hoeveni)



I. PENDAHULUAN
Ikan Jelawat ( Leptobarbus hoeveni ) merupakan salah satu ikan asli Indonesia yang terdapat di beberapa sungai di Kalimantan dan Sumatera. Permintaan pasar terhadap ikan ini cukup tinggi dan mempunyai nilai ekonomis tinggi dan sangat digemari oleh masyarakat dibeberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei, sehingga merupakan komoditas yang sangat potensial dan mendorong minat masyarakat untuk mengembangkannya. Namun yang menjadi kendala adalah ketersediaan benih, karena selama ini pasokan benih masih mengandalkan tangkapan dari alam yang jumlahnya terbatas dan bersifat musiman sehingga kurang terjaminnya kontinuitas pasokan benih untuk kegiatan pembudidayaan. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan benih serta jumlah induk di alam yang semakin menurun, maka diperlukan suatu teknologi pembenihan yang dapat mengatasi masalah tersebut serta sekaligus dalam upaya pelestarian plasma nutfah ikan asli perairan Indonesia.
II. ASPEK BIOLOGI
2.1. Morfologi
Bentuk tubuhnya yang agak bulat dan memanjang, mencerminkan bahwa ikan ini termasuk perenang cepat. Kepala sebelah atas agak mendatar, mulut berukuran sedang, garis literal tidak terputus, bagian punggung berwarna perak kehijauan dan bagian perut putih keperakan, pada sirip dada dan perut terdapat warna merah, gurat sisi melengkung agak kebawah dan berakhir pada bagian ekor bawah yang berwarna kemerah-merahan, mempunyai 2 pasang sungut.
2.2. Klasifikasi
Klasifikasi ikan Jelawat :
Ordo : Ostariophysi
Sub ordo : Cyprinoidae
Famili : Cyprinidae
Sub famili : Cyprinidae
Genus : Leptobarbus
Species : Leptobarbus hoeveni
III. PEMBENIHAN
3.1. Pematangan Gonad
Pematangan gonad induk dilakukan di kolam atau karamba, dengan kualitas air meliputi: oksigen terlarut lebih dari 3 ppm, pH 6 - 7, suhu air 23 - 31 0C dan kecerahan 30 - 45 cm. Pakan yang diberikan berupa pelet dengan kandungan protein + 30% dengan frekwensi pemberian 2 - 3 kali/hari, selain itu diberikan juga pakan berupa hijauan seperti daun singkong secukupnya. Ciri – ciri induk matang gonad adalah :
Betina :
􀂾 Perut membesar dan lembut
􀂾 Apabila diurut ke arah anus akan keluar cairan kekuningan.
􀂾 Sirip dada halus dan licin
Jantan :
􀂾 Perut langsing
􀂾 Apabila diurut akan keluar cairan putih ( sperma )
􀂾 Sirip dada terasa lebih kasar bila diraba
3.2. Pemijahan
Pemijahan ikan Jelawat dilakukan dengan metode penyuntikan (induced breeding) menggunakan Hormon. Induk jantan dan betina disuntik dengan menggunakan hormon Ovaprim. Induk betina dilakukan 3 kali penyuntikan dengan dosis 0,7 ml / kg induk. Interval waktu antara suntikan pertama dan kedua 12 jam, sedangkan penyuntikan kedua dan ketiga 6 jam. Induk jantan dilakukan satu kali penyuntikan dengan dosis 0,5 ml/ekor induk bersamaan dengan penyuntikan kedua induk betina. Penyuntikan dilakukan secara intramuscular pada bagian punggung.
3.3. Stripping (Pengeluaran telur dan sperma dari Induk))
Stripping dilakukan setelah 4 – 6 jam dari suntikan terakhir. Telur dan sperma ditampung dalam satu wadah yang bersih dan kering. Kemudian diaduk perlahan hingga tercampur rata dengan menggunakan bulu ayam. Tambahkan air bersih untuk mengaktifkan sperma, setelah terjadi pembuahan maka dilakukan pencucian telur 3 – 4 kali hingga telur bersih dari sisa sperma.
3.4. Penetasan
Wadah penetasan telur berbentuk corong dengan diameter 60 cm tinggi 50 cm, terbuat dari bahan lembut atau kain dengan bagian bawah diberi aerasi yang berfungsi untuk menggerakkan telur. Kepadatan telur 10.000 – 20.000 butir per corong, wadah tersebut ditempatkan didalam bak yang sirkulasi airnya lancar. Pada suhu normal 26 – 28 0C, dalam waktu 18 – 24 jam telur akan menetas kemudian larva ditampung dalam bak perawatan. Selama dalam perawatan larva diberi pakan berupa nauplii artemia atau emulsi kuning
telur yang telah direbus. Setelah larva berumur antara 7 – 10 hari, kemudian
ditebarkan di kolam pendederan yang telah dipersiapkan.
IV. PENDEDERAN
Persiapan kolam pendederan dilakukan seminggu sebelum penebaran larva.
Meliputi kegiatan pengeringan kolam, pengolahan tanah dasar, perbaikan pematang, pembuatan kemalir, pemberian kapur tohor dengan dosis 50 gr/m2 serta pemupukan dengan dosis 250 – 500 gr/m2 tergantung tingkat kesuburan kolam. Selain itu pada saluran pemasukan dipasang saringan berupa hapa halus untuk menghindari masuknya ikan liar. Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi hari dengan tingkat kepadatan 100 – 200 ekor/m2, selama kegiatan pendederan benih diberi pakan buatan berupa pelet yang dihaluskan dengan kandungan protein 25 – 28 % sebanyak 20% dari bobot biomassa, dengan frekwensi pemberian 3 kali per hari. Lama pemeliharaan 2 – 3 minggu.
Sumber Informasi :
• UPIS Anjungan Kalimantan Barat dan
• Loka Budidaya Air Tawar Mandiangin
Informasi lebih lanjut hubungi:
UPIS Anjungan Kalimantan Barat Jl. Raya Mandor km 70 Anjungan
Ds. Kepayang Kec. Sungai Pinyuh Kab. Pontianak
Loka Budidaya Air Tawar Mandiangin Jl. Tahura Sultan Adam Km 14 Banjarbaru
Telp./Fax : (0511) 780758
Departemen Kelautan dan Perikanan 
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Perbenihan 2004

TEKNIK BUDIDAYA IKAN GURAME

Budidaya Ikan gurame 
(Indonesian Giant Goramy, Osphronemus goramy, Lac.)
LATAR BELAKANG
Ikan gurame (Indonesian Giant Goramy, Osphronemus goramy, Lac.) merupakan salah satu ikan asli perairan Indonesia. Ikan ini berasal dari kepulauan Sumatera, Jawa dan Kalimantan sedangkan penyebarannya sudah meliputi Asia Tenggara, India, Cina, Madagaskar, Mauritius, Seychelles, Australia, Srilanka, Suriname, Guyana, Martinique dan Haiti.
Ikan ini sudah lama dibudidayakan secara komersial sehingga pada beberapa daerah sudah terbentuk kawasan pengembangan budidayanya. Daerah kawasan pengembangan budidaya, antara lain: Jawa Barat (Bogor, Tasikmalaya, Ciamis, Garut), Jawa Tengah (Cilacap, Banyumas, Banjarnegara, Purbalingga), DI Yogyakarta (Kulonprogo, Bantul, Sleman), Jawa Timur (Tulung
Agung, Blitar, Lumajang), Sumatera Barat dan Riau. Sejalan dengan pengembangan kawasan usaha budidaya gurame yang semakin luas, maka kebutuhan induk dan benih juga semakin meningkat Untuk
memenuhi kebutuhan yang makin meningkat diperlukan pasokan benih dalam jumlah yang cukup dan kualitas
yang baik. Di sisi lain, teknik pendederan secara tradisional hanya mampu menghasilkan tingkat kelangsungan hidup ukuran larva sekitar 75%. Sehingga diperlukan adanya perbaikan teknik pembenihan ikan
gurame agar kesinambungan produksi dan kualitasnya dapat dipenuhi.
CIRI-CIRI JANTAN DAN BETINA
Ciri khas perbedaan paling mencolok antara induk jantan dengan induk betina adalah benjolan di bagian kepala (dahi), bibir bawah tebal dan memerah pada saat birahi dan tidak memiliki warna hitam pada ketiak sirip dada serta bila bagian perut diurut ke arah genital dapat mengeluarkan cairan sperma berwarna putih. Sedangkan pada ikan betina memiliki ciri-ciri sebaliknya. Ikan jantan yang siap menjadi induk memiliki ciri-ciri: panjang standar 30-35 cm, berumur 24-30 bulan dan bobot 1,5-2 kg. Sedangkan induk betina memiliki ciri-ciri: panjang standar 30-35 cm, berumur 30-36 bulan dan bobot 2-2,5 kg. Dalam pemijahan sebaiknya digunakan induk yang sudah mencapai berat sekitar 3 kg
(betina) dan 4-5 kg (jantan).


                                                       Kolam pemijahan gurame

Induk dapat dipelihara pada kolam tembok/tanah baik secara masal maupun berpasangan dengan perbandingan jantan : betina = 1 : 4. Pakan yang diberikan berupa pelet terapung (kadar protein > 28%) sebanyak 2% biomass/hari dan daun sente/talas sebanyak 5% bobot biomass/hari.
PEMIJAHAN
Pemijahan dilakukan secara alami di kolam pemeliharaan induk. Kolam induk diberi tempat dan bahan sarang. Tempat sarang berupa keranjang sampah plastik bulat diameter 20-25 cm atau tempat lain yang serupa dan ditempatkan pada kedalaman 10-15 cm dibawah permukaan air. Bahan sarang berupa sabut kelapa, ijuk atau bahan lain yang dapat dibuat sarang yang ditempatkan di permukaan air sekitar tempat
sarang. Ikan yang sudah siap memijah membuat sarang untuk menampung telur. 
                                                        Sarang tempat gurame bertelur 
Pengecekan telur dilakukan setiap pagi pada setiap sarang yang sudah dibuat induk ikan dengan cara
menusuk sarang atau dengan menggoyangkannya. Bila keluar telur atau minyak maka pemijahan sudah terjadi
dan sarang berisi telur. Sarang yang berisi telur dikeluarkan dari tempat sarang secara perlahan untuk dipindahkan ke dalam waskom plastik yang telah diisi air kolam induk. Secara perlahan sarang dibuka sampai telur keluar dan mengapung di permukaan air. Telur-telur tersebut diambil dengan menggunakan sendok untuk dipindahkan ke dalam wadah penetasan berupa corong dari fiber glass atau akuarium yang sudah diisi dengan air bersih.
PENETASAN TELUR DAN PEMELIHARAAN LARVA
Kepadatan telur selama proses penetasan adalah 4-5 butir/cm2 dengan pemberian aerasi kecil. Telur menetas dalam selang waktu 24-48 jam tergantung suhu media penetasan. Sebaiknya suhu dipertahankan pada kisaran 29-30 oC untuk meningkatkan derajat penetasan telur.
                                                     Wadah penetasan telur gurame
Larva dapat dipindahkan ke wadah yang lebih besar setelah berumur 7-9 hari untuk pemeliharaan selanjutnya. Pemberian pakan dimulai setelah larva dipindahkan. Pakan yang diberikan berupa cacing rambut (Tubifex
sp.), Daphnia sp., Moina sp., atau pakan alami lainnya yang sesuai ukurannya.
PEMELIHARAAN BENIH
Benih gurame dapat dipelihara di akuarium, bak kayu yang dilapisi plastik, bak tembok atau ditebar langsung ke kolam pendederan. Pemeliharaan benih pada wadah terkontrol harus dilengkapi dengan aerasi untuk suplai
oksigen dan terhindar dari kontak langsung dengan hujan. Pakan awal berupa cacing rambut, Daphnia sp.,
Moina sp., atau sumber protein hewani lainnya. Bahanbahan nabati dapat mulai diberikan setelah larva berumur 36-40 hari. Sedangkan pakan buatan (pelet) dapat diberikan setelah berumur 80 hari. Ukuran pelet disesuaikan dengan bukaan mulut ikan. Lama pemeliharaan dan benih yang dihasilkan antara lain: benih berumur 40 hari dapat mencapai ukuran 1-2 cm (setara ukuran kuku). Benih berumur 80 hari dapat mencapai ukuran 2-4 cm (setara ukuran jempol). Benih berumur 120 hari dapat mencapai ukuran 4-6 cm (setara ukuran silet). Dan benih berumur 160 hari dapat mencapai ukuran 6-8 cm (setara ukuran korek di masyarakat).
                                                           Bak pemeliharaan benih gurame
PENANGANAN KUALITAS AIR & PENYAKIT
Dalam pemeliharaan benih gurame diperlukan kualitas air yang relatif stabil terutama suhu yaitu 28-29 oC. Fluktuasi suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kondisi kesehatan ikan terganggu dan mudah terserang penyakit. Indikasi yang terlihat diantaranya nafsu makan berkurang, ikan
berkumpul di permukaan dan ekor berwarna hitam. Organisme penyakit yang biasanya terdeteksi antara lain: Trichodina sp., Ichthyopthirius sp., Aeromonas sp., dll. Pengobatan ikan yang terserang penyakit harus disesuaikan dengan organisme penye babnya. Beberapa bahan yang dapat di gunakan dalam pengobatan benih gurame melalui perendaman selama 24 jam antara lain: garam
(1000 ppm) atau formalin (25 ppm).
By; Ronaldi A.Nusi/ Tak45

TEKNIK BD LELE SANGKURIANG

BUDIDAYA LELE SANGKURIANG
(Clarias sp.


Oleh;
Ronaldi Nusi
di CV.Dejeefish.Sukabumi, Jawa-Barat

Pendahuluan
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air Tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan :
 1) dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi
 2) teknologi budidaya relatif mudah dikuasai oleh masyarakat
 3) pemasarannya relatif mudah dan
 4) modal usaha yang dibutuhkan relatif rendah.
Pengembangan usaha budidaya ikan lele semakin meningkat setelah masuknya jenis ikan lele dumbo ke Indonesia pada tahun 1985. Keunggulan lele dumbo dibanding lele lokal antara lain tumbuh lebih cepat, jumlah telur lebih banyak dan lebih tahan terhadap penyakit.
Namun demikian perkembangan budidaya yang pesat tanpa didukung pengelolaan induk yang baik menyebabkan lele dumbo mengalami penurunan kualitas. Hal ini karena adanya perkawinan sekerabat (inbreeding), seleksi induk yang salah atas penggunaan induk yang berkualitas rendah. Penurunan kualitas ini dapat diamati dari karakter umum pertama matang gonad, derajat penetasan telur, pertumbuhan harian, daya tahan terhadap penyakit dan nilai FCR (Feeding Conversion Rate).
Sebagai upaya perbaikan mutu ikan lele dumbo BBAT Sukabumi telah berhasil melakukan rekayasa genetik untuk menghasilkan lele dumbo strain baru yang diberi nama lele "Sangkuriang".
Seperti halnya sifat biologi lele dumbo terdahulu, lele Sangkuriang tergolong omnivora. Di alam ataupun lingkungan budidaya, ia dapat memanfaatkan plankton, cacing, insekta, udang-udang kecil dan mollusca sebagai makanannya. Untuk usaha budidaya, penggunaan pakan komersil (pellet) sangat dianjurkan karena berpengaruh besar terhadap peningkatan efisiensi dan produktivitas.
Tujuan pembuatan Petunjuk Teknis ini adalah untuk memberikan cara dan teknik pemeliharaan ikan lele dumbo strain Sangkuriang yang dilakukan dalam rangka peningkatan produksi Perikanan untuk meningkatkan ketersediaan protein hewani dan tingkat konsumsi ikan bagi masyarakat Indonesia.
  Berdasarkan keunggulan lele dumbo hasil perbaikan mutu dan sediaan induk yang ada di BBAT Sukabumi, maka lele dumbo tersebut layak untuk dijadikan induk dasar yaitu induk yang dilepas oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dan telah dilakukan diseminasi kepada instansi/pembudidaya yang memerlukan. Induk lele dumbo hasil perbaikan ini, diberi nama "Lele Sangkuriang". Induk lele Sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik melalui cara silang balik antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6). Induk betina F2 merupakan koleksi yang ada di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi yang berasal dari keturunan kedua lele dumbo yang diintroduksi ke Indonesia tahun 1985. Sedangkan induk jantan F6 merupakan sediaan induk yang ada di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Induk dasar yang didiseminasikan dihasilkan dari silang balik tahap kedua antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan hasil silang balik tahap pertama (F2 6).
Budidaya lele Sangkuriang dapat dilakukan di areal dengan ketinggian 1 m - 800 m dpi. Persyaratan lokasi, baik kualitas tanah maupun air tidak terlalu spesifik, artinya dengan penggunaan teknologi yang memadai terutama pengaturan suhu air budidaya masih tetap dapat dilakukan pada lahan yang memiliki ketinggian diatas >800 m dpi. Namun bila budidaya dikembangkan dalam skala massal harus tetap memperhatikan tata ruang dan lingkungan sosial sekitarnya artinya kawasan budidaya yang dikembangkan sejalan dengan kebijakan yang dilakukan Pemda setempat.
         Budidaya lele, baik kegiatan pembenihan maupun pembesaran dapat dilakukan di kolam tanah, bak tembok atau bak plastik. Budidaya di bak tembok dan bak plastik dapat memanfaatkan lahan pekarangan ataupun lahan marjinal lainnya.
Sumber air dapat menggunakan aliran irigasi, air sumu (air permukaan atau sumur dalam), ataupun air hujan yan sudah dikondisikan terlebih dulu. Parameter kualitas air yan baik untuk pemeliharaan ikan lele sangkuriang adalah sebagai berikut:
  1. Suhu air yang ideal untuk pertumbuhan ikan lele berkisar antara 22-32°C. Suhu air akan mempengaruhi laju pertumbuhan, laju metabolisme ikan dan napsu makan ikan serta kelarutan oksigen dalam air.
  2. pH air yang ideal berkisar antara 6-9.
  3. Oksigen terlarut di dalam air harus > 1 mg/l.
   Budidaya ikan lele Sangkuriang dapat dilakukan dalam bak plastik, bak tembok atau kolam tanah. Dalam budidaya ikan lele di kolam yang perlu diperhatikan adalah pembuatan kolam, pembuatan pintu pemasukan dan pengeluaran air.
Bentuk kolam yang ideal untuk pemeliharaan ikan lele adalah empat persegi panjang dengan ukuran 100-500 m2. Kedalaman kolam berkisar antara 1,0-1,5 m dengan kemiringan kolam dari pemasukan air ke pembuangan 0,5%. Pada bagian tengah dasar kolam dibuat parit (kamalir) yang memanjang dari pemasukan air ke pengeluaran air (monik). Parit dibuat selebar 30-50 cm dengan kedalaman 10-15 cm.
Sebaiknya pintu pemasukan dan pengeluaran air berukuran antara 15-20 cm. Pintu pengeluaran dapat berupa monik atau siphon. Monik terbuat dari semen atau tembok yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian kotak dan pipa pengeluaran. Pada bagian kotak dipasang papan penyekat terdiri dari dua lapis yang diantaranya diisi dengan tanah dan satu lapis saringan. Tinggi papan disesuaikan dengan tinggi air yang dikehendaki. Sedangkan pengeluaran air yang berupa siphon lebih sederhana, yaitu hanya terdiri dari pipa paralon yang terpasang didasar kolam dibawah pematang dengan bantuan pipa berbentuk "L" mencuat ke atas sesuai dengan ketinggian air kolam.
         Saringan dapat dipasang pada pintu pemasukan dan pengeluaran agar ikan-ikan jangan ada yang lolos keluar/masuk.
Pelaksanaan Budidaya
     Sebelum benih ikan lele ditebarkan di kolam pembesaran, yang perlu diperhatikan adalah tentang kesiapan kolam meliputi:
a.     Persiapan kolam tanah (tradisional)
   Pengolahan dasar kolam yang terdiri dari pencangkulan atau pembajakan tanah dasar kolam dan meratakannya. Dinding kolam diperkeras dengan memukul-mukulnya dengan menggunakan balok kayu agar keras dan padat supaya tidak terjadi kebocoran. Pemopokan pematang untuk kolam tanah (menutupi bagian-bagian kolam yang bocor).
Untuk tempat berlindung ikan (benih ikan lele) sekaligus mempermudah pemanenan maka dibuat parit/kamalir dan kubangan (bak untuk pemanenan).
Memberikan kapur ke dalam kolam yang bertujuan untuk memberantas hama, penyakit dan memperbaiki kualitas tanah. Dosis yang dianjurkan adalah 20-200 gram/m2, tergantung pada keasaman kolam. Untuk kolam dengan pH rendah dapat diberikan kapur lebih banyak, juga sebaliknya apabila tanah sudah cukup baik, pemberian kapur dapat dilakukan sekedar untuk memberantas hama penyakit yang kemungkinan terdapat di kolam.

Pemupukan dengan kotoran ternak ayam, berkisar antara 500-700 gram/m2; urea 15 gram/m2; SP3 10 gram/m2; NH4N03 15 gram/m2.
Pada pintu pemasukan dan pengeluaran air dipasang penyaring
Kemudian dilakukan pengisian air kolam.
Kolam dibiarkan selama ± 7 (tujuh) hari, guna memberi kesempatan tumbuhnya makanan alami.
b.    Persiapan kolam tembok
         Persiapan kolam tembok hampir sama dengan kolam tanah. Bedanya, pada kolam tembok tidak dilakukan pengolahan dasar kolam, perbaikan parit dan bak untuk panen, karena parit dan bak untuk panen biasanya sudah dibuat Permanen.
c.     Penebaran Benih
     Sebelum benih ditebarkan sebaiknya benih disuci hamakan dulu dengan merendamnya didalam larutan KM5N04 (Kalium permanganat) atau PK dengan dosis 35 gram/m2 selama 24 jam atau formalin dengan dosis 25 mg/l selama 5-10 menit.
Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari atau pada saat udara tidak panas. Sebelum ditebarkan ke kolam, benih diaklimatisasi dulu (perlakuan penyesuaian suhu) dengan cara memasukan air kolam sedikit demi sedikit ke dalam wadah pengangkut benih. Benih yang sudah teraklimatisasi akan dengan sendirinya keluar dari kantong (wadah) angkut benih menuju lingkungan yang baru yaitu kolam. Hal ini berarti bahwa perlakuan tersebut dilaksanakan diatas permukaan air kolam dimana wadah (kantong) benih mengapung diatas air. Jumlah benih yang ditebar 35-50 ekor/m2 yang berukuran 5-8 cm.
d.    Pemberian Pakan
      Selain makanan alami, untuk mempercepat pertumbuhan ikan lele perlu pemberian makanan tambahan berupa pellet. Jumlah makanan yang diberikan sebanyak 2-5% perhari dari berat total ikan yang ditebarkan di kolam. Pemberian pakan frekuensinya 3-4 kali setiap hari. Sedangkan komposisi makanan buatan dapat dibuat dari campuran dedak halus dengan ikan rucah dengan perbandingan 1:9 atau campuran dedak halus, bekatul, jagung, cincangan bekicot dengan perbandingan 2:1:1:1 campuran tersebut dapat dibuat bentuk pellet.
e.     Pemanenan
       Ikan lele Sangkuriang akan mencapai ukuran konsumsi setelah dibesarkan selama 130 hari, dengan bobot antara 200 - 250 gram per ekor dengan panjang 15 - 20 cm. Pemanenan dilakukan dengan cara menyurutkan air kolam. Ikan lele akan berkumpul di kamalir dan kubangan, sehingga mudah ditangkap dengan menggunakan waring atau lambit. Cara lain penangkapan yaitu dengan menggunakan pipa ruas bambu atau pipa paralon/bambu diletakkan didasar kolam, pada waktu air kolam disurutkan, ikan lele akan masuk kedalam ruas bambu/paralon, maka dengan mudah ikan dapat ditangkap atau diangkat. Ikan lele hasil tangkapan dikumpulkan pada wadah berupa ayakan/happa yang dipasang di kolam yang airnya terus mengalir untuk diistirahatkan sebelum ikan-ikan tersebut diangkut untuk dipasarkan.

Pengangkutan ikan lele dapat dilakukan dengan menggunakan karamba, pikulan ikan atau jerigen plastik yang diperluas lubang permukaannya dan dengan jumlah air yang sedikit.
 
Proses Produksi pada kegiatan pembesaran disajikan Tabel 1.
Tabel 1
Proses pembesaran lele Sangkuriang di bak tembok.
Kriteria
Satuan
Pembesaran
Ukuran Tanaman


-
Umur
hari
40
-
panjang
cm
4 - 8
-
bobot
gram
4- 6
Ukuran Panen


-
Umur
hari
130
-
panjang
cm
15 - 20
-
bobot
gram
125 - 200
Sintasan
%
80-90
Padat Tebar
Ekor/m2
50-75
Pakan


-
Tingkat Pemberian
% bobot
3
-
Frekuensi Pemberian
kali/hari
3
Tingkat Konversi Pakan

0,8 - 1,2
         Kegiatan budidaya lele Sangkuriang di tingkat pembudidaya sering dihadapkan pada permasalahan timbulnya penyakit atau kematian ikan. Pada kegiatan pembesaran, penyakit banyak ditimbulkan akibat buruknya penanganan kondisi lingkungan. Organisme predator yang biasanya menyerang antara lain ular dan belut. Sedangkan organisme pathogen yang sering menyerang adalah Ichthiophthirius sp., Trichodina sp., Monogenea sp. dan Dactylogyrus sp.
Penanggulangan hama insekta dapat dilakukan dengan pemberian insektisida yang direkomendasikan pada saat pengisian air sebelum benih ditanam. Sedangkan penanggulangan belut dapat dilakukan dengan pembersihan pematang kolam dan pemasangan plastik di sekeliling kolam.
Penanggulangan organisme pathogen dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan budidaya yang baik dan pemberian pakan yang teratur dan mencukupi. Pengobatan dapat menggunakan obat-obatan yang direkomendasikan.
Pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan melakukan persiapan kolam dengan baik. Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan kolam tanah, persiapan kolam meliputi pengeringan, pembalikan tanah, perapihan pematang, pengapuran, pemupukan, pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan bak tembok atau bak plastik, persiapan kolam meliputi pengeringan, disenfeksi (bila diperlukan), pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Perbaikan kondisi air kolam dapat pula dilakukan dengan penambahan bahan probiotik

Untuk menghindari terjadinya penularan penyakit, maka hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
  • Pindahkan segera ikan yang memperlihatkan gejala sakit dan diobati secara terpisah. Ikan yang tampak telah parah sebaiknya dimusnahkan.
  • Jangan membuang air bekas ikan sakit ke saluran air.
  • Kolam yang telah terjangkit harus segera dikeringkan dan dilakukan pengapuran dengan dosis 1 kg/5 m2. Kapur (CaO) ditebarkan merata didasar kolam, kolam dibiarkan sampai tanah kolam retak-retak.
  • Kurangi kepadatan ikan di kolam yang terserang penyakit.
  • Alat tangkap dan wadah ikan harus dijaga agar tidak terkontaminasi penyakit. Sebelum dipakai lagi sebaiknya dicelup dulu dalam larutan Kalium Permanganat (PK) 20 ppm (1 gram dalam 50 liter air) atau larutan kaporit 0,5 ppm (0,5 gram dalam 1 m3 air).
  • Setelah memegang ikan sakit cucilah tangan kita dengan larutan PK
  • Bersihkan selalu dasar kolam dari lumpur dan sisa bahan organik
  • Usahakan agar kolam selalu mendapatkan air segar atau air baru.

  • Tingkatkan gizi makanan ikan dengan menambah vitamin untuk menambah daya tahan ikan.
ANALISA USAHA
Pembesaran lele Sangkuriang di bak plastik
1.
Investasi

a.
Sewa lahan 1 tahun @ Rp 1.000.000,-
=
Rp
1.000.000,-

b.
Bak kayu lapis plastik 3 unit @ Rp 500.000,-
=
Rp
1.500.000,-

c.
Drum plastik 5 buah @ Rp 150.000,-
=
Rp
750.000,-




Rp
3.250.000,-
2.
Biaya Tetap

a.
Penyusutan lahan Rp 1.000.000,-/1 thn
=
Rp
1.000.000,-

b.
Penyusutan bak kayu lapis plastik Rp 1.500.000,-/2 thn
=
Rp
750.000,-

c.
Penyusutan drum plastik Rp 750.000,-/5 thn
=
Rp
150.000,-




Rp
1.900.000,-
3.
Biaya Variabel




a.
Pakan 4800 kg @ Rp 3700
=
Rp
17.760.000,-

b.
Benih ukuran 5-8 cm sebanyak 25.263 ekor @ Rp 80,-
=
Rp
2.021.052,63

c.
Obat-obatan 6 unit @ Rp 50.000,-
=
Rp
300.000,-

d.
Alat perikanan 2 paket @ Rp 100.000,-
=
Rp
200.000,-

e.
Tenaga kerja tetap 12 OB @ Rp 250.000,-
=
Rp
3.000.000,-

f.
Lain-lain 12 bin @ Rp 100.000,-
=
Rp
1.200.000,-




Rp
24.281.052,63
4.
Total Biaya




Biaya Tetap + Biaya Variabel




=
Rp 1.900.000,- + Rp 24.281.052,63




=
Rp 26.181.052,63



5.
Produksi lele konsumsi 4800 kg x Rp 6000/kg -Rp 28.800.000,
6.
Pendapatan




Produksi - (Biaya tetap + Biaya Variabel)




=
Rp 28.800.000,- - ( Rp 1.900.000,- + Rp 24.281.052,63)

=
Rp 2.418.947,37



7.
Break Event Point (BEP)




Volume produksi
=
4.396,84 kg

Harga produksi
=
Rp 5.496,05








Sumber :Buku Budidaya Lele Sangkuriang, Dit. Pembudidayaan, Ditjen Perikanan Budidaya